Halaman

27 Desember 2009

Seharusnya Berjudul Celana Dalam (Cerpen Etik Juwita)

Sundari sedang memasukkan baju-baju kotor ke mesin cuci ketika suara lantang majikan perempuannya menggema dari arah kamar tidur utama.

"Cundaliiii!!" jerit itu terdengar lagi. Sundari terkesiap, gugup. Sundari tahu benar, ketika namanya disebut lengkap begitu sesuatu yang luar biasa pasti sedang terjadi. Tiga bulan tinggal bersama keluarga asing yang menjadi majikannya, sudah membuatnya mulai mengerti kebiasaan tuan dan nyonyanya.

Sundari mencoba mengingat-ingat, apa kira-kira yang telah diperbuatnya pagi ini atau kemarin malam. Sundari yakin tidak ada yang tidak wajar. Memang, sejak kepulangannya dari Amerika kemarin sore, Mam tak habis-habisnya menekuk wajah. Sepertinya ia menyesal telah pulang. Tuan pergi ke China, berangkat dua jam sebelum Mam kembali. Sundari buru-buru memindahkan semua baju dari dalam keranjang ke mesin cuci. Tapi, belum sempat ia menuangkan deterjen, suara majikannya terdengar dekat. Menyembul dari pintu dapur, "Cundaliiii!!" Sundari menoleh, dan tanpa diperintah lagi mengikuti langkah majikannya. Dag dig dug jantungnya berirama bingar.

"Look!!" jari lentik majikannya menunjuk laci pakaian dalamnya yang terbuka. Sundari mendekat, mengamati setiap pernik di dalamnya. Rapi, tidak ada yang salah letak. Beberapa saat Sundari cuma tertegun. Sampai majikannya dengan menggunakan sisir mencoba mengangkat sesuatu (celana dalam!). Sundari tetap tidak mengerti.



"It’s your panty, isn’t it?" berkata begitu Mam melotot ke arahnya sambil menunjukkan celana dalam yang dirapikanya beberapa hari lalu. Waktu itu Sundari sempat tersenyum geli, berpikir, mungkin Tuan sedang kangen sama Mam hingga perlu mengeluarkan celana dalamnya yang paling bagus --yang ini Sundari belum pernah lihat sebelumnya, lalu menjemurnya di balkon. Saat merapikannya, Sundari merasa tidak perlu bertanya pada Tuan soal celana dalam itu. Tidak sopan, pikirnya. Tapi, menghadapi sikap nyonyanya yang seolah telah lupa sama sekali dengan barang milik pribadinya, kontan Sundari jadi salah tingkah.

"Nnn... no.. no Mam. My panty is big-big one," kata Sundari akhirnya. Mendengar jawaban Sundari, Mam mengerutkan dahi hingga alisnya yang bergaris tajam saling bertaut. Wajahnya semakin kelihatan judes. Matanya yang sipit mulai kelihatan merah dan berair. Mam mulai menangis. Sundari semakin salah tingkah. Ia ingin mengatakan pada Nyonya, mungkin sebaiknya Nyonya menelepon dan menanyakan pada Tuan soal celana dalam yang diributkannya itu. Tapi, segera diurungkannya. Dengan bahasa Inggris patah-patah sambung, bagaimana mungkin ia akan mampu menjelaskan pada Nyonya? Sundari diam dalam kebingungan. Ia hanya menuruti langkah majikannya saja ketika ia bergegas menuju kamar Sundari. Sambil sesenggukan Nyonya membuka laci pakaian Sundari. Foto usang Parjo meringis di depan sepeda motor tetangga, terlihat. Sundari tersipu. Mam mengamati isi laci Sundari agak lama, dan dengan tangis yang semakin menjadi ia menenteng celana dalam murahan berukuran XL milik Sundari. Tangisnya semakin keras, meraung-raung.

Sehari itu, Nyonya mengurung diri di dalam kamar. Bahkan, ketika makan siang pun Nyonya menolak keluar. Sundari berusaha santai dengan mengerjakan rutinitasnya. Saat Nyonya memanggilnya untuk membantu memasukkan baju-bajunya ke dalam tas besar, Sundari tidak merasakan keganjilan apa pun. Besoknya, Nyonya pergi bersama tas besarnya setelah berpesan kepada Sundari untuk tidak pergi ke mana-mana. Sundari yang memang terbiasa tak pergi keluar rumah, cuma mengangguk-angguk.

Sundari mulai mampu meraba apa yang terjadi. Dulu, dua bulan lalu, Nyonya pernah marah besar kepada Tuan. Gara-garanya, Tuan terlambat pulang. Padahal, Nyonya menunggunya untuk makan malam bersama. Sampai larut malam keduanya masih riuh adu argumen. Hingga tiba-tiba, Tuan menggedor pintu kamarnya dan menyuruhnya mengambilkan peralatan P3K. Esoknya, Sundari melihat pergelangan tangan kiri Nyonya diperban. Mungkin Nyonya mencoba bunuh diri. Nyonya memang orang yang cemburuan.

Sepekan setelah kepergian Nyonya, ketika persediaan makan mendekati habis, Nyonya pulang bersama seseorang dari agen penyalur tenaga kerja yang memasokkan Sundari ke majikannya di Hong Kong.

"Cundali, kamu punya majikan mau celai. Kamu punya kelja tidak ada. Kamu dipulangkan," kata Miss Lam berusaha memberi pengertian pada Sundari. Saat itu Sundari hanya ingat Kang Parjo, suaminya di dekat sepeda motor tetangga, meringis. Padahal Sundari ingin menangis.

***

"Indonesia, hamaiya?" sapa seseorang dari arah samping Sundari, ketika ia sedang mengamati lalu-lintas orang di ruang tunggu Bandara Chek Lap Kok.
"Ya."
"Dipulangkan meh?" tanyanya lagi. Sundari merasa agak gerah dengan pertanyaan itu. Tapi mencoba tenang.
"Kok tahu?" katanya balik bertanya.
"Rambutnya pendek dan bawaannya sedikit ma!"

Sundari tersenyum getir. Lalu perempuan yang menyapanya itu pun duduk di sampingnya. Berbincang-bincang dengan bahasa negeri sendiri --meski Sundari merasa bahasa perempuan itu agak dibuat-buat-- Sundari merasa akan kembali ke dunianya. Tiga bulan ia harus memelajari bahasa asing patah-patah bercampur bahasa isyarat. Menelan bulat-bulat dan berusaha memahami budaya yang jelas berbeda dengannya. Berpikir itu hanyalah bagian yang harus dijalaninya untuk mewujudkan mimpi punya kehidupan yang lebih layak. Mungkin seperti Budha yang mesti menjalani Samsara sebelum mencapai Nirwana. Apalagi bila ia ingat kebiasaan majikan yang suka marah, bicara dengan membentak, tertawa ngakak, menangis sejadi-jadinya, serta-merta Sundari merasa lelah. Kelelahan yang jelas menggurat di wajahnya yang bulat.

Lalu Marni, gadis di sebelahnya itu, siapa menyangka ternyata bekerja di flat yang sama dengannya! Satu tingkat di atasnya. Marni juga dipulangkan.

"Namanya majikan ya Mbak, salah bener ya maunya bener. Hamai sin? Ngapain Mbak dipulangkan?" Marni bertanya kepada Sundari.
"Majikanku cerai. Kamu?"

"Karena celana dalam! Jisin! Dasar majikan nggak tahu diuntung! Seenaknya bilang aku ceroboh..."
"Celana dalam? Jangan-jangan warnanya merah muda?" potong Sundari.
"Haiya, haiya!"
"Ada renda-renda di samping kanan dan kirinya ya?"
"Haiya!!"
"Kecil, mereknya Sexygirl?"
"Haiwo!! TIM CHI CEK? Kok tahu?"

Sundari bengong, teringat ia akan celana dalam merah muda yang telah berubah jadi guntingan kain kecil tak beraturan di kamar majikannya. Nyonya bilang, "Jangan dibuang, biar Tuan tahu."

Mengingat nasibnya, nasib Marni, juga nasib majikannya, Sundari tersenyum tanpa sadar. Seseorang dengan kulit sewarna periuk gosong, di sebelah kiri pintu masuk, menyambut senyumnya. Sundari mengalihkan pandang cepat-cepat kepada Marni, "Ceritanya singkat. katanya, karena pengeras suara itu sudah meneriakkan pengumuman bahwa pesawat menuju Surabaya akan segera lepas landas.

Marni cuma mengangguk sambil melongo.***

Hong Kong, 24 April 2005

Catatan:
- Etik Juwita adalah salah seorang buruh migran di Hongkong yang kini merintis menjadi cerpenis. Cerpen ini salah satu karya terbarunya, yang Kamis (15/9) lalu dibacakannya bersama cerpenis buruh migran lainnya, Denok Rokhmatika di Galeri Surabaya. Etik yang asal Blitar, baru pulang dari Hongkong, 13 September lalu, setelah empat tahun bekerja menjadi TKW di negeri itu. Dia berencana melanjutkan studinya di perguruan tinggi.
- My panty is big-big one = My panties are bigger than his one.
- jisin: gila
- hai wo: o, begitu!




Sinopsis :
Cerpen ini menceritakan tentang seorang pembantu rumah tangga yang bernama Sundari bekerja di sebuah keluarga asing di Hongkong. Dia baru bekerja selama tiga bulan, akan tetapi ia sudah mulai dihadapkan dengan ulah majikannya yang biasa ia panggil nyonya yang cemburuan terhadap suaminya.
Ketika Sundari sedang akan mencuci baju, majikannya berteriak memaggil namanya . Sundari terhentak ketika sang majikan menghampirinya. Lalu ia mengikuti majikannya yang berjalan menuju kamarnya untuk menunjukan celana dalam miliknya yang dikira milik Sundari. Sundari pun mengelak, karna celana dalamnya berukuran lebih besar daripada milik majikannya. Lalu majikannya berjalan menuju ke kamar Sundari, dan Sundaripun mengikuti langkah majikannya yang ternyata membuka lemari pakaian Sundari. Ketika lemari Sundari dibuka oleh majikannya, terlihat foto Parjo suami Sundari. Majikannya mengambil dan menenteng celana dalam sundari sambil menangis dan tangisnya semakin meraung-raung, Sundari tidak mengerti apa maksud majikannya.
Setelah kejadian itu, majikan Sundari tidak keluar kamar seharian sampai akhirnya Sundari dimintai tolong untuk memasukan baju kedalam tas besar. Sundari tidak menyadari keganjilan yang terjadi, dan pada akhirnya sang majikan pergi dengan tas besarnya.
Setelah sepekan kepergian sang majikan, akhirnya majikannya datang dengan seorang agen penyalur pembantu rumah tangga yang menyalurkan Sundari. Ternyata Sundari diberitahu akan dipulangkan karena majikannya akan bercerai.
Ketika di bandara, Sundari bertemu dengan seseorang yang bernasib sama di pulangkan. Mereka saling bercerita penyebab mereka dipulangkan. Dan ketika Sundari akan menceritakan sesuatu yang terjadi padanya dan keluarga majikannya tiba-tiba terdengar pemberitahuan bahwa pesawat menuju Surabaya akan segera lepas landas dan marni pun memutuskan untuk meneruskan ceritanya dipesawat.

Kesalahan :
- Cuma seharusnya hanya
- Bersama, penggunaan kata tidak benar. Seharusnya “dengan membawa tas besarnya”
- Celai dan kelja, cara dialeg seorang asing. Semestinya “cerai” dan “kerja”
- Bilang = berkata

* mohon maaf sebelumnya cerpen ini repost.. di ambil untuk keperluan tugas kuliah Bahasa Indonesia.

MUDIK

Mudik, bagi segelintir orang adalah ritual tahunan yang wajib dilakukan setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kebanyakan orang merasa rindu kampung halaman dan keluarga tercinta yang sekian lama terpisah. Dan hal ini menyebabkan riual mudik hamper menjadi sesuatu yang bersifat wajib bagi segelintir orang yang tinggal jauh dari sanak-saudara dan kampung halamannya. Hampir setiap jalan di penjuru Indonesia di jejali oleh motor dan mobil para pemudik. Tidak hanya para pemudik yang membawa kendaraan sendiri, para pemudik yang menggunakan jasa angkutan umum seperti bis, kereta api, kapal laut, dan pesawat terbangpun tidak kalah banyaknya dengan pemudik yang membawa kendaraan. Setiap tahunnya, pemudik yang menggunakan kendaraan roda dua semakin bertambah.
Bertambahnya volume kendaraan terutama kendaraan beroda dua menjadi faktor penting yang mengakibatkan meningkatnya jumlah kecelakaan lalu-lintas setiap tahunnya disaat musim mudik. Banyak orang tidak memperdulikan faktor keselamatan saat mengemudikan kendaraan dijalanan. Seperti membawa barang bawaan yang melebihi kapasitas yang semestinya dimuat pada kendaraannya. Selain itu, para pemudik berkendaraan roda dua terkadang membawa penumpang dan barang bawaan melebihi batas yang sewajarnya. Kendaraan roda dua mereka di jejali dengan barang bawaan mereka dengan menikatkan di bagian belakang kendaraan dan membawa penumpang anak kecil yang di tempatkan dibagian depan pengemudi. Padahal hal ini sangat berbahaya bagi pengendara dan penumpang kendaraan tersebut. Belum lagi jarak yang mereka tempuh, tidak jarang mereka menempuh perjalanan mudik yang sangat jauh yang menyebabkan pengemudi merasa kelelahan. Belum ditambah faktor kondisi jalan dan cuaca membuat para pengemudi lebih cepat merasa lelah. Di saat mereka merasa kelelahan ini para pengemudi terkadang tidak memperdulikannya. Dan hal ini menyebabkan kecelakaan lalu-lintas di saat musim mudik bertambah. Selain membahayakan jiwa sendiri, hal ini juga dapat membahayakan para pengguna jalan lainnya. Faktor kesadaran dari diri masing-masing individu inilah yang harus lebih ditingkatkan oleh para pengguna jalan terutama di saat mudik dimana volume kendaraan bertambah.



Dilain sisi, kita dapat melihat fenomena menghawatirkan dimana para pemudik berjejalan dan saling berebut untuk dapat bias mudik dengan menumpang jasa angkutan umum. Mungkin bila dibandingkan dengan para pemudik yang memiliki tingkat ekonomi lebih mendukung dapat menggunakan pesawat terbang, para pemudik yang memanfaatkan jasa angutan umum yang lebih merakyat seperti kereta api tidak bernasib sebaik para pemudik lain. Selain harus saling berebut dan berdesakan untuk bisa terangkut oleh kereta api, mereka juga harus mau menerima keadaan kondisi dari kereta api yang memprihatinkan. Sebenarnya, fasilitas angkutan umum di Indonesia memang sangat memprihatinkan. Hal ini pula terkadang menjadi penyebab terjadi kecelakaan kereta api, pesawat juga kecelakaan lalu-lintas di jalan raya dimana banyak angkutan umum yang terkadang masih banyak yang tidak layak jalan beroperasai dijalanan. Hal ini perlu diperhatikan dan butuh pengawasan yang lebih ketat dari pihak yang bertanggung jawab akan hal tersebut. Selain kenyamanan yang perlu diperhatikan, keselamatan adalah hal yang paling harus diutamakan. Walaupun terkadang masyarakat kita tidak memperdulikan hal tersebut, semestinya kita harus dapat saling mengingatkan pentingnya akan keselamatan jiwa.
Hal tersebut semestinya menjadi perhatian penting bagi pemerintah dalam membenahi masalah-masalah dimusim mudik. Semestinya pemerintah dapat menawarkan fasilitas angkutan mudik yang murah, nyaman, dan aman bagi keselamatan jiwa bagi para pemudik. Selain itu, bagi para pemudik yang membawa kendaraan sendiri semestinya dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan. Supaya mudik menjadi aman, nyaman, dan dapat selamat sampai kampung halaman. Dan tujuan melepas rindu dengan kampung halaman dan berjumpa dengan sanak-saudara dapat tercapai dengan selamat.

Apakah mungkin KORUPSI bisa dihapus dari bumi Indonesia saat ini hanya dengan perbincangan saja tanpa solusi?

Mengapa Indonesia tak henti menjadi ajang korupsi? Mulai dari pelaksana Pemerintahahan terendah sampai para pejabat tinggi pemerintahan berkorupsi ria. Itulah pertanyaan yang harus kita lontarkan saat ini. Semua berbicara tentang korupsi, rasanya kita sudah penat mendengar gegap gempita orang berbicara tentang korupsi. Mulai bicara korupsi di warung kopi pinggir jalan sampai demonstrasi-demonstrasi di gedung DPR dan lembaga-lembaga pemerintahan.

Sesungguhnya tidaklah cukup semua pihak hanya bicara. Namun pemecahan masalah harus diikuti dengan solusi untuk memecahkan masalah itu sendiri. KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi masih tampak lemah dalam kiprahnya, walau kita tidak bisa menampik hasil kerja mereka. Namun hasilnya belumlah sepadan dengan kerugian Negara yang dialami. Mulai dari kasus BLBI, kasus korupsi di departemen-departemen pemerintahan seperti kasus Anggoro dengan makelarnya Anggodo, sampai kasus Bank Century dan lain-lain yang tidak mungkin disebutkan satu persatu disini.

Pandangan saya selaku generasi muda saat in, “Apakah mungkin KORUPSI bisa dihapus dari bumi Indonesia saat ini hanya dengan perbincangan tanpa solusi?”. Rasanya tidak! Untuk itu tersirat dalam benak saya bebrapa solusi yang mungkin dapat menghentikan korupsi di bumi Indonesia tercinta ini dengan poin-poin sebaghai berikut :

a. Setiap Presiden terpilih harus menandatangani pernyataan perang terhadap korupsi, dan sediakan “Peti Mati” bagi kabinet yang terlibat korupsi tanpa terkecuali Presiden.

b. Pemerintah harus memiliki kemauan politik dalam memberikan pendapatan atau gaji perangkat pemerintahan itu sendiri dengan memenuhi standar kesejahteraan terhadap pegawainya.

c. Memperbaiki undang–undang dengan mempberikan sanksi yang keras terhadap pelaku korupsi atau koruptor.

d. Konsisten dalam pelaksanaan terhadap sanksi yang diterapkan atau tidak pandang bulu siapa dan berasal dari mana si pelaku korupsi tersebut.

Tanpa solusi tidaklah mungkin pelaksanaan pemberantasan korupsi akan berhasil, sebab korupsi akan terjadi oleh karena keserakahan atau memang pendapatan yang benar-benar tidak mencukupi kesejahteraan hidup, di satu sisi para pejabat bergelimang kemewahan sedangkan di sisi lain ada pelaksana lapangan seperti prajurit TNI, POLRI, Guru, dan Pegawai Negeri lainnya terengah-engah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Ironi memang?